🌏 NEWS

Hak Belajar Anak Korban Bullying di Magetan Terhambat, Orang Tua Pilih Jalur Nonformal

 

Magetan – News7 — Kasus dugaan bullying yang menimpa pelajar SMP di Kecamatan Maospati membuka tabir baru tentang rapuhnya perlindungan anak di dunia pendidikan Kabupaten Magetan. Alih-alih mendapat perhatian dan jaminan keberlanjutan pendidikan, korban justru menghadapi penolakan dari sejumlah sekolah saat hendak pindah.


Fenomena ini bukan sekadar persoalan administrasi, melainkan menjadi cermin bagaimana lembaga pendidikan seakan abai terhadap amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan layak tanpa diskriminasi.


Orang tua korban, Fendy Sutrisno, mengaku lima sekolah menolak menerima anaknya dengan alasan kuota penuh. Penolakan tersebut terjadi setelah kasus bullying anaknya mencuat ke publik. “Kalau alasannya kuota penuh, jelas tidak masuk akal. Saya tahu ada sekolah yang jumlah siswanya masih sedikit,” ujarnya.


Kasus ini menimbulkan kecurigaan adanya intervensi dan stigma terhadap korban bullying, yang akhirnya memperburuk kondisi psikologis anak. “Korban bukan hanya menderita secara mental, tapi juga kehilangan hak pendidikan. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata,” tegas Fendy.


Kegagalan sekolah-sekolah di Magetan dalam memberikan ruang aman bagi korban menunjukkan masih kuatnya budaya “tutup mata” terhadap praktik bullying. Bahkan, pihak sekolah seolah memilih jalur aman dengan menolak anak korban pindahan, ketimbang memenuhi kewajibannya melindungi peserta didik.


Kondisi ini juga menyoroti lemahnya peran pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan, yang semestinya hadir sebagai penjamin hak pendidikan anak. Tanpa intervensi positif, korban bullying berpotensi semakin terpinggirkan dari lingkungan sekolah formal.


Karena tidak mendapat jalan keluar, Fendy akhirnya mendaftarkan anaknya ke Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) nonformal untuk menempuh kesetaraan Paket B. “Setidaknya di SKB anak saya bisa belajar dengan aman dan nyaman. Itu yang utama,” katanya.


Kasus ini menjadi alarm bagi dunia pendidikan di Magetan. Jika korban bullying saja dipersulit, bagaimana mungkin siswa lain merasa aman di sekolah? Lebih dari sekadar tragedi personal, peristiwa ini menuntut evaluasi menyeluruh atas sistem pendidikan yang seharusnya melindungi, bukan mengucilkan. (UV)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar