![]() |
Lalu Eko (Penasehat Aliansi Masyarakat Peduli Sesama ) |
Lombok Tengah | News 7 - Pembangunan Alfamart di Kelurahan Gerantung, Kecamatan Praya Tengah, menuai polemik karena diketahui tidak mengantongi izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Hal ini diungkapkan oleh Lalu Eko Mihardi, penasihat Aliansi Masyarakat Peduli Sesama.
"Alfamart tersebut belum memiliki izin PBG sama sekali," tegas Lalu Eko, merujuk pada pernyataan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Lombok Tengah. "Bahkan, Kepala Dinas DPMTSP Loteng menyatakan belum ada PBG yang diterbitkan terkait bangunan tersebut, dan tidak ada dalam Sistem Informasi Bangunan Gedung (SIBG)," tambahnya.
Lalu Eko menyesalkan tindakan perusahaan besar seperti Alfamart yang dinilai tidak memahami aturan terkait pembangunan. "Alfamart seharusnya mematuhi UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan PP No. 16 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU No. 28 Tahun 2002," ujarnya.
Menurutnya, PBG adalah izin wajib bagi setiap pembangunan atau renovasi gedung. Tanpa PBG, bangunan dapat dikenakan sanksi tegas, termasuk penyegelan, pembongkaran, dan pidana. Adapun ancaman pidana bagi pelanggaran PBG meliputi:
Penjara maksimal 3 tahun dan denda hingga 10% dari nilai bangunan jika merugikan harta benda orang lain. Penjara maksimal 4 tahun dan denda hingga 15% dari nilai bangunan jika menyebabkan kecelakaan dengan cacat permanen. Penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga 20% dari nilai bangunan jika mengakibatkan kematian.
Selain masalah PBG, Lalu Eko juga menyoroti pelanggaran Perda No. 7 Tahun 2021 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan. Perda ini mengatur jarak minimal antara toko modern seperti Alfamart dan pasar rakyat, serta antar-retail modern yang harus berjarak minimal satu kilometer. Faktanya, banyak Alfamart dan Indomaret yang berdiri berdekatan, bahkan bersebelahan.
"Beberapa Alfamart mungkin beroperasi sebelum Perda ini diundangkan, tapi seharusnya mereka menyesuaikan, bukan malah mengoreksi aturan yang dibuat untuk melindungi pedagang kecil," cetus Lalu Eko.
Lalu Eko juga mengkritik pengajuan PBG yang dilakukan Alfamart dengan mengatas namakan perorangan, bukan perusahaan. "Ini keliru karena bangunan tersebut sepenuhnya milik Alfamart, bukan pemilik lahan.pemilik lahan hanya membayar PBB ke bapenda bukan membayar Retrebusi PBG ke DPMTSP, pemilik lahan bukan bagian dari manajemen Alfamart. Ini menyalahi aturan,walaupun Alfamart menyewa lahan tetapi bangunan adalah milik Alfamart, jika ada perubahan kepemilikan bangunan misalnya sewa berakhir pihak Alfamart tinggal melaporkan untuk mendapatkan persetujuan dari instansi terkait,karena kemungkinan ada perubahan fungsi bangunan di lakukan pemilik lahan.sehingga izin PBG yang selama di lakukan Alfamart seharusnya dicabut," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa perubahan bangunan, seperti menyewa lahan dengan bangunan lama dan mengubahnya menjadi Alfamart, harus di ikuti dengan pengurusan PBG yang sesuai standar teknis, karena pihak alfamart telah merubah bentuk bangunan dan memperluas bangunan tentunya IMB atau PBG yg lama harus di ubah dengan yang baru.
Lalu Eko meminta DPRD dan Pemerintah Daerah Lombok Tengah untuk menindak tegas pelanggaran ini dan mengevaluasi maraknya toko modern yang dianggap mematikan usaha kecil. "Jumlah retail modern sudah terlalu banyak, tidak sesuai dengan data DPMTSP yang mencatat sekitar 92 unit. Keberadaan mereka justru mematikan pedagang kecil, UKM, dan UMKM," katanya.
Ia juga menekankan pentingnya kontribusi retail modern terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). "Pemda harus berpihak pada pedagang kecil dan tidak ragu memberikan sanksi tegas kepada retail yang melanggar UU dan Perda," pungkas Lalu Eko.
Aliansi Masyarakat Peduli Sesama mendesak DPR dan Pemda untuk berani menegakkan Perda No. 7 Tahun 2021 demi melindungi kepentingan rakyat kecil dan menciptakan persaingan usaha yang sehat.
Posting Komentar