Permintaan Maaf Diterima, Orangtua Korban Bullying SMPN 1 Maospati Tuntut Oknum Guru Dapat Disanksi Tegas
Magetan -- Newstujuh.net -- Kasus tindakan bullying tidak hanya menyerang psikis korbannya dalam bentuk kekerasan fisik saja, melainkan juga secara verbal dan non verbal. Contohnya seperti tindakan ejekan hinaan, dan menyebarkan gosip atau rumor yang tidak baik.
Baru-baru ini, masyarakat Kabupaten Magetan dihebohkan dengan adanya tindakan aksi bullying yang dilakukan oleh seorang oknum guru SMPN 1 Maospati pada siswanya, dengan menyebarkan rumor pekerjaan orangtua/ibu korban sebagai LC.
Permasalahan tersebut saat ini tengah berbuntut panjang. Karena semakin berkembangnya opini masyarakat terhadap peristiwa tersebut akhirnya pihak sekolah menggelar mediasi dengan menghadirkan orang tua siswa yang menjadi korban bullying.
Bertempat di Pedal's Cafe and Pool, Kraton, Maospati, Magetan mediasi melibatkan pihak Sekolah SMPN 1 Maospati yakni Kepala Sekolah, Guru BK, Wali Kelas, guru yang bersangkutan, orangtua korban, perwakilan kepolisian sektor Maospati, dan sejumlah awak media.
"Ini kami menggelar pertemuan dengan orang tua A untuk bersilaturahmi dan memediasi masalah bullying yang kemarin terjadi dilingkungan sekolah, disini kami tidak ada upaya pembelaan apapun, pada intinya agar masalah ini cepat terselesaikan," kata Kepala SMPN 1 Maospati Seno, M.Pd. Senin, (21/07/2025).
Pertemuan tersebut membahas permasalahan serta menceritakan kronologis peristiwa bullying terjadi. Pihak sekolah juga menyampaikan permintaan maaf terhadap orang tua A atas kejadian yang kurang mengenakkan tersebut bisa terjadi di lingkungan sekolah.
"Saya mewakili teman saya tekan guru yang bersalah meminta maaf sebesar-besarnya pada orang tua dari siswa kami "A", saya pastikan kejadian seperti ini tidak akan pernah terulang kembali di kemudian hari," imbuhnya.
Meski begitu, jalannya mediasi dinilai masih cukup alot, dikarenakan pihak orang tua korban menuntut agar oknum guru tersebut diberikan sanksi dengan tegas agar memberikan efek jera, mengingat anaknya sudah tidak mau bersekolah karena merasa trauma dan malu.
"Sanksinya apa juga belum jelas, katanya Kepala Sekolah akan menyurati Dikpora dulu, jadi saya masih menunggu paling tidak 3 hari apakah pihak sekolah berani mengambil sikap ataukah justru akan melindungi dan kejadian ini menguap begitu saja," tutur Fendy Sutrisno selaku orang tua korban.
Ia menyampaikan bahwa tidak merasa puas dengan jalannya mediasi, meskipun dirinya sudah memaafkan kesalahan oknum guru tersebut namun sanksi tetap harus diberlakukan. Mengingat polemik ini berdampak terhadap mental dan psikis anaknya.
"Tadi minta maaf saya sudah memaafkan, tapi psikis anak saya siapa yang bertanggung jawab, meskipun tadi pihak sekolah bilang akan melakukan pendampingan secara intens tapi apakah bisa menjamin kejadian tersebut tidak terulang lagi," tutur Fendy.
Fendy mengaku dirinya menyayangkan sikap Kepala Sekolah yang tidak tegas dalam memberikan sanksi, sehingga jalannya mediasi terkesan "ngambang" dan tidak ada penyelesaian secara jelas.
"Mediasi ini tidak jelas endingnya, yang jelas saya masih menunggu 2-3 hari kedepan jika tidak ada sanksi tegas tentu saya akan kembali mengambil sikap," tandasnya.
Untuk diketahui, pelaku bullying dapat dikenai sanksi pidana dan perdata. Sanksi pidana dapat berupa hukuman penjara dan denda, tergantung pada jenis dan tingkat keparahan bullying. Selain itu, korban bullying juga memiliki hak untuk menuntut ganti rugi secara perdata kepada pelaku.
Dalam hal ini pelaku dapat dijerat dengan Pasal 310 tentang Pencemaran nama baik, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 9 bulan atau denda serta Pasal 311 tentang Fitnah, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun. (UV)